Kamis, 10 April 2014

Model Pembelajaran Bhinneka Tunggal Ika Di Sekolah Dasar


A.   Pengertian Bhinneka Tunggal Ika
Istilah “Bhinneka Tunggal Ika” dipetik dari Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14. Istilah tersebut ter-cantum dalam bait 5 pupuh 139. Bait ini secara lengkap seperti di bawah ini:
Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa,
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,
Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.
Terjemahan:
Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.
Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?
Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal
Terpecah belahlah itu, tetapi satu jualah itu. Tidak ada kerancuan dalamkebenaran

Kitab Sutasoma mengajarkan toleransi kehidupan beragama, yang menempatkan agama Hindu dan agama Buddha hidup bersama dengan rukun dan damai. Kedua agama itu hidup beriringan di bawah payung kerajaan, pada jaman pemerintahan raja Hayam Wuruk. Meskipun agama Hindu dan Buddha merupakan dua substansi yang berbeda, namun perbedaan itu tidak menimbulkan perpecahan, karena kebenaran Hindu dan Buddha bermuara  pada  hal “Satu”. Hindu dan Buddha memang berbeda, tetapi  sesungguhnya  satu jenis, tidak ada perbedaan dalam kebenaran.
Istilah “Bhinneka Tunggal Ika” yang semula menunjukkan semangat toleransi keagamaan, kemudian diangkat menjadi semboyan bangsa Indonesia. Sebagai semboyan bangsa konteks permasalahan-nya bukan hanya menyangkut toleransi beragama tetapi jauh lebih luas seperti yang umum disebut dengan istilah suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Semboyan itu dilukiskan di bawah lambang negara Indonesia yang dikenal dengan nama Garuda Pancasila. Lambang negara Indonesia lengkap dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 1951 tentang Lambang Negara.
Jika dianalisis, semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang berasal dari bahasa Sansekerta itu terdiri dari kata “Bhinneka”, “Tunggal”, dan “Ika”. Kata “Bhinneka” berasal dari  kata “Bhinna” dan “Ika”. “Bhinna” artinya berbeda-beda dan “Ika” artinya itu. Jadi, kata “Bhinneka” berarti “yang berbeda-beda itu”. Analisa lain menunjukkan bahwa kata “bhinneka” terdiri dari unsur kata “bhinn-a-eka”. Unsur “a” artinya tidak, dan “eka” artinya satu. Jadi, kata “bhinneka” juga dapat berarti “yang tidak satu”. Sedangkan kata “Tunggal” artinya satu, dan “Ika” artinya itu. Berdasarkan analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” berarti “yang berbeda-beda itu dalam yang satu itu” atau “beranekaragam namun satu jua”. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika hampir sama artinya dengan semboyan negara Amerika Serikat, E Pluribus Unum yang artinya bersatu walaupun berbeda-beda, berjenis-jenis tetapi tunggal. Kebhinnekaan atau yang berbeda-beda itu menunjuk pada realitas objektif masyarakat Indonesia yang memiliki keanekaragaman yang tinggi.
Dalam dunia pendidikan juga penuh dengan warna-warni perbedaan.  Ada guru ada murid yang masing-masing memiliki kedudukan dan fungsi yang berbeda. Guru mengajar dan murid belajar. Selain itu, dalam pendidikan juga ada berbagai sarana dan prasarana. Semua unsur pendi-dikan yang berbeda-beda itu bersinergi sehingga terjadi proses pendidikan berupa proses belajar mengajar (PBM). Hardono Hadi (1994: 73) juga mengatakan, “Kalau kita melihat suatu karya seni, kita akan melihat bahwa keindahannya tidak pernah didasarkan kepada keseragaman. Keindahan justru tercipta bila terdapat perbedaan-perbedaan antara bagian-bagiannya yang dipersatukan dalam satu kesatuan tema. Keragaman dari bagian-bagian memperkaya nilai keseluruhan dan juga saling mengangkat nilai yang dimiliki oleh setiap bagian.


B.   Manfaat dan Keuntungan
Secara geografis, Indonesia terdiri dari pulau-pulau yang saling terpisah oleh laut. Tak hanya itu, Indonesia juga merupakan negara di dunia yang daerahnya paling banyak dilalui garis khatulistiwa. Kondisi ini menghadirkan manfaat/keuntungan sekaligus tantangan (yang besar).
v  Keuntungan:
  • Keadaan pulau-pulau yang terpisah satu sama lain menyebabkan Indonesia begitu kaya akan budaya. Setiap daerah memiliki keunikan: bahasa (dialek), pakaian, bangunan, hingga makanan khas. Hal ini sangat wajar dan masuk akal karena penduduk di pulau yang berbeda tentu akan melahirkan pola pikir dan kebudayaan yang berbeda pula.
  • Dengan dilalui garis khatulistiwa, artinya posisi Indonesia di bumi ini adalah sentral alias di tengah-tengah. Hal ini berarti bahwa iklim di Indonesia secara umum adalah moderat (tidak ekstrem) sehingga berpengaruh pada kesuburan tanah dan area di sekitarnya. Tidak heran, kekayaan alam di Indonesia begitu luar biasa: tanahnya kaya akan tambang dan lautnya kaya akan ikan.
v  Tantangan:
· Keterpisahan satu pulau dengan yang lainnya menyebabkan secara alami banyak sekali perbedaan/keberagaman yang muncul. Terkadang, perbedaan budaya bisa menyebabkan perbedaan kepentingan sehingga rawan terjadi perselisihan. Hal ini menjadi tantangan agar kita semua bersama-sama menjaga persatuan di tengah banyaknya perbedaan. Kita juga perlu memahami betapa berat perjuangan Pemerintah Indonesia untuk menjaga stabilitas dan me-manage semua perbedaan yang ada (yang sudah terjadi/lahir secara alami).
·     Dengan berada di posisi yang sangat strategis, yaitu di tengah-tengah bumi dan diapit oleh negara-negara lain, kawasan Indonesia jadi sangat mudah dilalui oleh negara lain dari berbagai penjuru, sehingga berbagai budaya asing dapat dengan mudah masuk. Hal ini menjadi tantangan agar kita waspada dan selektif terhadap pengaruh negatif dari budaya-budaya yang mungkin tidak sesuai dengan jati diri dan kepribadian Indonesia.


C. Konsep Dasar Bhinneka Tunggal Ika
Berikut disampaikan konsep dasar yang terdapat dalam Bhinneka Tunggal Ika yang kemudian terjabar dalam prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika yang dijadikan acuan bagi bangsa Indonesia dalam berbangsa dan bernegara. Dalam rangka memahami konsep dasar dimaksud ada baiknya kita renungkan lambang negara yang tidak terpisahkan dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Perlu kita mengadakan refleksi terhadap lambang negara tersebut.
Bhinneka Tunggal Ika berisi konsep pluralistik dan multikulturalistik dalam kehidupan yang terikat dalam suatu kesatuan. Pluralistik bukan pluralisme, suatu faham yang membiarkan keanekaragaman seperti apa adanya. Membiarkan setiap entitas yang menunjukkan ke-berbedaan tanpa peduli adanya common denominator pada keanekaragaman tersebut. Dengan faham pluralisme tidak perlu adanya konsep yang mensubstitusi keanekaragaman. Demikian pula halnya dengan faham multikulturalisme. Masyarakat yang menganut faham pluralisme dan multikulturalisme, ibarat onggokan material bangunan yang dibiarkan teronggok sendiri-sendiri, sehingga tidak akan membentuk suatu bangunan yang namanya rumah. Ada baiknya dalam rangka lebih memahami makna pluralistik bangsa difahami pengertian pluralisme, agar dalam penerapan konsep pluralistik tidak terjerumus ke dalam faham pluralism. Berikut ini adalah pengertian dari plaralisme dan prulalista:
o   Pluralisme  berasal dari kata plural yang berarti banyak, adalah suatu faham yang mengakui bahwa terdapat berbagai faham atau entitas yang tidak tergantung yang satu dari yang lain. Masing-masing faham atau entitas berdiri sendiri tidak terikat satu sama lain, sehingga tidak perlu adanya substansi pengganti yang mensubstitusi faham-faham atau berbagai entitas tersebut. Salah satu contoh misal di Indonesia terdapat ratusan suku bangsa. Menurut faham pluralisme setiap suku bangsa dibiarkan berdiri sendiri lepas yang satu dari yang lain, tidak perlu adanya substansi lain, misal yang namanya bangsa, yang mereduksi eksistensi suku-suku bangsa tersebut. Faham pluralisme melahirkan faham individualisme yang mengakui bahwa setiap individu berdiri sendiri lepas dari individu yang lain. Faham individualisme ini mengakui adanya perbedaan individual atau yang biasa disebut individual differences. Setiap individu memiliki cirinya masing-masing yang harus dihormati dan dihargai seperti apa adanya. Faham individualisme ini yang melahirkan faham liberalisme, bahwa manusia terlahir di dunia dikaruniai kebebasan. Hanya dengan kebebasan ini maka harkat dan martabat individu dapat didudukkan dengan semestinya. Trilogi faham pluralisme, individualisme dan liberalisme inilah yang melahirkan sistem demokrasi dalam sistem pemerintahan utamanya di Negara Barat. Sebagai contoh berikut disampaikan Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat dan Deklarasi Hak Manusia dan Warganegara Perancis yang melandasi pelaksanaan sistem demokrasi di negara tersebut yang berdasar pada faham pluralisme, individualisme dan liberalism.
o   Pluralitas adalah sifat atau kualitas yang menggam-barkan keanekaragaman; suatu pengakuan bahwa alam semesta tercipta dalam keaneka ragaman. Sebagai contoh bangsa Indonesia mengakui bahwa Negara-bangsa Indonesia bersifat pluralistik, beraneka ragam ditinjau dari suku-bangsanya, adat budayanya, bahasa ibunya, agama yang dipeluknya, dan sebagainya. Hal ini merupakan suatu kenyataan atau keniscayaan dalam kehidupan bangsa Indonesia. Keaneka ragaman ini harus didudukkan secara proporsional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, harus dinilai sebagai asset bangsa, bukan sebagai faktor penghalang kemajuan. Perlu kita cermati bahwa pluralitas ini merupakan sunnatullah.

Seperti dikemukan di atas, pola sikap bangsa Indone-sia dalam menghadapi keanekaragaman ini berdasar pada suatu sasanti atau adagium “Bhinneka Tunggal Ika,” yang bermakna beraneka tetapi satu, yang hampir sama dengan motto  yang dipegang oleh bangsa Amerika, yakni “e pluribus unum.” Pluralitas atau pluralistik tidak merupakan suatu faham, isme atau keyakinan yang bersifat mutlak. Untuk itu tidak perlu dikembangkan ritual-ritual tertentu seperti halnya agama. Prinsip pluralistik dan multikulturalistik adalah asas yang mengakui adanya kemajemukan bangsa dilihat dari segi agama, keyakinan, suku bangsa, adat budaya, keadaan daerah, dan ras. Kemajemukan tersebut dihormati dan dihargai serta  didudukkan dalam suatu prinsip yang dapat mengikat keanekaragaman tersebut dalam kesatuan yang kokoh. Kemajemukan bukan dikembangkan dan didorong menjadi faktor pemecah bangsa, tetapi merupakan kekuatan yang dimiliki oleh  masing-masing komponen bangsa, untuk selanjutnya diikat secara sinerjik menjadi kekuatan yang luar biasa untuk dimanfaatkan dalam menghadapi segala tantangan dan persoalan bangsa.


D.   Bhinneka Tunggal Ika dalam Model Pembelajaran di Sekolah
Bhineka Tunggal Ika dalam model pembelajaran di Sekolah lebih mengedepankan nilai-nilai moral dan toleransi. Dalam hal ini nilai-nilai tersebut sangat penting. Misalinya nilai toleransi yang dapat kita lihat manfaatnya sebagai berikut
       a.            Manfaat bagi diri sendiri
·         Martabat dan hak asasi setiap manusia dihormati .
·         Kebebasan memilih agama dan untuk beribadah dihargai.
      b.            Manfaat bagi kehidupan masyarakat
·         Kerukunan hidup yang selaras, serasi dan seimbang tercipta.
·         Kerjasama dalam masyarakat terbina.
       c.            Manfaat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara
·         Persatuan dan kesatuan bangsa tercipta.
·         Landasan spiritual, moral dan etika bagi pembangunan nasional diperkuat.
·         Pembangunan dapat berjalan dengan lancar.
Bhineka Tunggal Ika, itulah semboyan bangsa Indonesia yang merupakan bentuk pernyataan kesatuan bangsa Indonesia atas segala keberagaman dan perbedaan yang ada. Semboyan yang berarti “Berbeda – beda tetapi tetap satu jua” tersebut ternyata telah dicetuskan sejak jaman kerajaan Majapahit ratusan tahun yang lalu. Hal ini menunjukkan bahwa bentuk penghargaan dan toleransi terhadap perbedaan telah ada sejak jaman dahulu. Semboyan ini pula yang kemudian mengantarkan kerajaan Majapahit menjadi kerajaan dengan wilayah yang sangat luas mencakup berbagai macam ras dan suku yang ada di wilayah Nusantara.
Dari pengalaman kerajaan Majapahit itulah, para tokoh peletak dasar negara Indonesia tetap menggunakan semboyan Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan bangsa Indonesia dengan harapan bahwa bangsa Indonesia akan terus berjaya diatas perbedaan yang ada. Semboyan tersebut telah menjadi pengingat penting bagi seluruh bangsa Indonesia bahwa segala bentuk perbedaan ras, suku, bahasa daerah, perbedaan pemahaman maupun keyakinan bukanlah sebuah penghalang untuk menjadi kesatuan bangsa yang kuat.
Toleransi dan saling menghargai adalah sikap yang tersirat dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika. Tanpa adanya toleransi dan sikap saling menghargai, bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang lemah karena setiap orang saling mencela dan menganggap dirinya paling baik diantara yang lainnya.
Sikap yang menganggap dirinya paling baik inilah yang pada saat ini sering menjadi pemicu pertikaian ataupun permusuhan yang terjadi di Indonesia. Sudah sering terdengar berita mengani kerusuhan antar etnis dan suku karena disebabkan oleh perbedaan pendapat, budaya, ataupun keyakinan. Sebagai contohnya adalah konflik Sampit antara suku Dayak asli dengan migran Madura yang telah merenggut nyawa. Tidak hanya itu, pertikaian antar suku di wilayah Papua juga sering terjadi meskipun mereka telah hidup dalam era modern seperti sekarang ini.
Tidak hanya lingkup nasional, dalam lingkungan masyarakat desa timbul permusuhan karena adanya perbedaan pemahaman dan keyakinan. Sebagai contoh, dalam pernikahan dengan adat jawa pasti ada serangkaian ritual – ritual atau tata cara pernikahan yang harus dilakukan. Bagi sesepuh yang telah hidup dengan adat jawa yang sangat kental, tentu ritual – ritual tersebut harus dilakukan. Akan tetapi, bagi beberapa orang, seringkali ritual – ritual atau tata cara pernikahan dengan adat jawa dianggap sebagai bentuk penyelisihan terhadap syariat agama. Kemudian, karena kurangnya sikap toleransi dan anggapan bahwa keyakinannyalah yang paling baik, sering terjadi kesalahpahaman saat salah satu pihak berusaha untuk mengingatkan. Kesalahpahaman inilah yang kemudian sering berujung pada pertikaian.
Pertikaian tersebut tidak akan terjadi jika saja ada sikap toleransi dan saling menghargai di dalam jiwa masyarakat. Pertikaian atau kesalahpahaman seperti contoh diatas juga dapat terjadi karena ketidakpahaman seseorang mengenai maksud atau pesan yang tersirat dalam ritual kebudayaan atau adat istiadat. Sehingga, ketika orang tersebut mengingatkan, yang disampaikan adalah dari sudut pandang dirinya saja yang menganggap bahwa adat istiadat tersebut salah. Akan tetapi, bagi pihak sesepuh atau orang – orang yang menjunjung tinggi adat istiadat, apa yang mereka lakukan merupakan suatu hal yang benar.
Oleh karena itu, pendidikan kebudayaan sangat diperlukan untuk dapat memupuk sikap toleransi dan saling menghargai diantara masyarakat. Terlebih lagi, pendidikan kebudayaan akan lebih efektif untuk menanamkan sikap toleransi dan saling menghargai ketika dilaksanakan sejak kecil. Salah satu cara pelaksanaan pendidikan kebudayaan yang efektif adalah melalui pendidikan di lingkungan sekolah, terutama di sekolah dasar. Sistem pendidikan sekolah yang tersistem akan membantu kelancaraan pendidikan kebudayaan. Pendidikan kebudayaan dapat diberikan melalui mata pelajaran tersendiri maupun dapat disisipkan dalam mata pelajaran yang lain.
Pendidikan kebudayaan melalui mata pelajaran tersendiri dapat dilaksanakan melalui muatan lokal Seni Budaya dan Kesenian atau sering disingkat dengan SBK. Dari namanya, sudah terlihat bahwa muatan lokal ini berisi pelajaran mengenai budaya dan seni yang disertai dengan ketrampilan untuk para siswa. Dengan mata pelajaran yang waktunya sudah dialokasikan tersendiri guru dapat memberikan pengetahuan mengenai kebudayaan baik dari segi sejarah, pesan yang tersirat di dalam kebudayaan itu maupun pengetahuan mengenai tata cara pelaksanaannya secara maksimal. Dengan bekal pengetahuan budaya inilah diharapkan akan terpupuk rasa cinta terhadap budaya di dalam diri para siswa, sehingga rasa cinta tersebut akan mendorong siswa untuk selalu menjunjung toleransi dan saling menghargai keberagaman maupun perbedaan budaya yang ada di sekitarnya. Tidak akan ada lagi perasaan ‘paling baik’ atau ‘paling benar’, yang ada hanyalah rasa saling memiliki antar budaya.
Dengan penanaman toleransi dan sikap menghargai sejak dini, diharapkan kelak siswa dapat membawa sikap tersebut sampai dewasa nanti. Sehingga tidak akan ada lagi berita mengenai pertikaian ataupun kerusuhan yang terjadi di Indonesia.


E.  Prinsip-prinsip dan Implementasi yang Terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika
a.      Prinsip-prinsip yang Terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika
Untuk dapat mengimplementasikan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dipandang perlu untuk memahami secara mendalam prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
1)      Dalam rangka membentuk kesatuan dari keaneka ragaman tidak terjadi pembentukan konsep baru dari keanekaragaman konsep-konsep yang terdapat pada unsur-unsur atau komponen bangsa. Suatu contoh di negara tercinta ini terdapat begitu aneka ragam agama dan kepercayaan. Dengan ke-tunggalan Bhinneka Tunggal Ika tidak dimaksudkan untuk membentuk agama baru. Setiap agama diakui seperti apa adanya, namun dalam kehidupan beragama di Indonesia dicari common denominator, yakni prinsip-prinsip yang ditemui dari setiap agama yag memiliki kesamaan, dan common denominator ini yang kita pegang sebagai ke-tunggalan, untuk kemudian dipergunakan sebagai acuan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Demikian pula halnya dengan adat budaya daerah, tetap diakui eksistensinya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwawasan kebangsaan. Faham Bhinneka Tunggal Ika, yang oleh Ir Sujamto disebut sebagai faham Tantularisme, bukan faham sinkretisme, yang mencoba untuk mengembangkan konsep baru dari unsur asli dengan unsur yang datang dari luar.
2)      Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat sektarian dan eksklusif; hal ini bermakna bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dibenarkan merasa dirinya yang paling benar, paling hebat, dan tidak mengakui harkat dan martabat pihak lain. Pandangan sektarian dan eksklusif ini akan memicu terbentuknya keakuan yang berlebihan dengan tidak atau kurang memperhitungkan pihak lain, memupuk kecurigaan, kecemburuan, dan persaingan yang tidak sehat. Bhinneka Tunggal Ika bersifat inklusif. Golongan mayoritas dalam hidup berbangsa dan bernegara tidak memaksakan kehendaknya pada golongan minoritas.
3)      Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat formalistis yang hanya menunjukkan perilaku semu. Bhinneka Tunggal Ika dilandasi oleh sikap saling percaya mempercayai, saling hormat menghormati, saling cinta mencintai dan rukun. Hanya dengan cara demikian maka keanekaragaman ini dapat dipersatukan.
4)      Bhinneka Tunggal Ika bersifat konvergen tidak divergen, yang bermakna perbedaan yang terjadi dalam keanekaragaman tidak untuk dibesar-besarkan, tetapi dicari titik temu,  dalam bentuk kesepakatan bersama. Hal ini akan terwujud apabila dilandasi oleh sikap toleran, non sektarian, inklusif, akomodatif, dan rukun.
Prinsip atau asas pluralistik dan multikultural Bhinneka Tunggal Ika mendukung nilai:
a.       inklusif, tidak bersifat eksklusif,
b.      terbuka,
c.       koeksistensi damai dan kebersamaan,
d.      kesetaraan,
e.       tidak merasa yang paling benar,
f.       tolerans,
g.      musyawarah disertai dengan penghargaan terhadap pihak lain yang berbeda. 

a.      Implementasi Bhineka Tunggal Ika dan Cita-cita Luhur bangsa
Setelah kita fahami beberapa prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika, maka langkah selanjutnya adalah bagaimana prinsip-prinsip Bhinneka Tunggal Ika ini diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
1.      Perilaku inklusif
Dalam kehidupan bersama yang menerapkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika memandang bahwa dirinya, baik itu sebagai individu atau kelompok masyarakat merasa dirinya hanya merupakan sebagian dari kesatuan dari masyarakat yang lebih luas. Betapa besar dan penting kelompoknya dalam kehidupan bersama, tidak memandang rendah dan menyepelekan kelompok yang lain. Masing-masing memiliki peran yang tidak dapat diabaikan, dan bermakna bagi kehidupan bersama.

2.      Mengakomodasi sifat pluralistic
Bangsa Indonesia sangat pluralistik ditinjau dari keragaman agama yang dipeluk oleh masyarakat, aneka adat budaya yang berkembang di daerah, suku bangsa dengan bahasanya masing-masing, dan menempati ribuan pulau yang tiada jarang terpisah demikian jauh pulau yang satu dari pulau yang lain. Tanpa memahami makna pluralistik dan bagaimana cara mewujudkan persatuan dalam keanekaragaman secara tepat, dengan mudah terjadi disintegrasi bangsa. Sifat toleran, saling hormat menghormati, mendudukkan masing-masing pihak sesuai dengan peran, harkat dan martabatnya secara tepat, tidak memandang remeh pada pihak lain, apalagi menghapus eksistensi kelompok dari kehidupan bersama, merupakan syarat bagi lestarinya negara-bangsa Indonesia. Kerukunan hidup perlu dikembangkan dengan sepatutnya. Suatu contoh sebelum terjadi reformasi, di Ambon berlaku suatu pola kehidupan bersama yang disebut pela gandong, suatu pola kehidupan masyarakat yang tidak melandaskan diri pada agama, tetapi semata-mata pada kehidupan bersama pada wilayah tertentu. Pemeluk berbagai agama berlangsung sangat rukun, bantu membantu dalam kegiatan yang tidak bersifat ritual keagamaan. Mereka tidak membedakan suku-suku yang berdiam di wilayah tersebut, dan sebagainya. Sayangnya dengan terjadinya reformasi yang mengusung kebebasan, pola kehidupan masyarakat yang demikian ideal ini telah tergerus arus reformasi.

       3.      Tidak mencari menangnya sendiri
Menghormati pendapat pihak lain, dengan tidak beranggapan bahwa pendapatnya sendiri yang paling benar, dirinya atau kelompoknya yang paling hebat perlu diatur dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika. Dapat menerima dan memberi pendapat merupakan hal yang harus berkembang dalam kehidupan yang beragam. Perbedaan ini tidak untuk dibesar-besarkan, tetapi dicari titik temu. Bukan dikembangkan divergensi, tetapi yang harus diusahakan adalah terwujudnya konvergensi dari berbagai keanekaragaman. Untuk itu perlu dikembangkan musyawarah untuk mencapai mufakat.

       4.      Musyawarah untuk mencapai mufakat
Dalam rangka membentuk kesatuan dalam keanekaragaman diterapkan pendekatan “musyawa-rah untuk mencapai mufakat.” Bukan pendapat sendiri yang harus dijadikan kesepakatan bersama, tetapi common denominator, yakni inti kesamaan yang dipilih sebagai kesepakatan bersama. Hal ini hanya akan tercapai dengan proses musyawarah untuk mencapai mufakat. Dengan cara ini segala gagasan yang timbul diakomodasi dalam kesepa-katan. Tidak ada yang menang tidak ada yang kalah. Inilah yang biasa disebut sebagai win win solution.

       5.      Dilandasi rasa kasih sayang dan rela berkorban
Dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlu dilandasi oleh rasa kasih sayang. Saling curiga mencurigai harus dibuang jauh-jauh. Saling percaya mempercayai harus dikembangkan, iri hati, dengki harus dibuang dari kamus Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini akan berlangsung apabila pelaksanaan Bhnneka Tunggal Ika menerap-kan adagium “leladi sesamining dumadi, sepi ing pamrih, rame ing gawe, jer basuki mowo beyo.” Eksistensi kita di dunia adalah untuk memberikan pelayanan kepada pihak lain, dilandasi oleh tanpa pamrih pribadi dan golongan, disertai dengan pengorbanan. Tanpa pengorbanan, sekurang-kurangnya mengurangi kepentingan dan pamrih pribadi, kesatuan tidak mungkin terwujud.

      6.      Toleran dalam perbedaan.
Setiap penduduk Indonesia harus memandang bahwa perbedaan tradisi, bahasa, dan adat-istiadat antara satu etnis dengan etnis lain sebagai, antara satu agama dengan agama lain, sebagai aset bangsa yang harus dihargai dan dilestarikan. Pandangan semacam ini akan menumbuhkan rasa saling menghormati, menyuburkan semangat kerukunan, serta menyuburkan jiwa toleransi dalam diri setiap individu.

Bila setiap warganegara memahami makna Bhinneka Tunggal Ika, meyakini akan ketepatannya bagi landasan kehidupan berbangsa dan bernegara, serta mau dan mampu mengimplementasikan secara tepat dan benar, Negara Indonesia akan tetap kokoh dan bersatu selamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar